Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Siaran Pers ICW Korupsi Bansos Sembako Kemensos: Usut Tuntas dan Benahi PBJ Penanganan Covid-19

Senin, 07 Desember 2020 | Desember 07, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-12-07T01:48:03Z


JAKARTA ,INTELMEDIABALI.ID
Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pejabat di Kementerian Sosial (Kemensos) RI pada Sabtu (5/12/2020) dan berlanjut penetapan tersangka Menteri Sosial Juliari P. Batubara merupakan momentum pemerintah memperbaiki Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) terkait penanganan Covid-19.
Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak awal program bansos dan penanganan Covid-19 lainnya, seperti belanja alat keselamatan kesehatan, telah memetakan potensi masalah dan menyampaikan rekomendasi kepada kementerian terkait, termasuk Kementerian Sosial. Masalah tersebut setidaknya terkait PBJ yang dilakukan dengan metode penunjukan langsung dan distribusinya. Terkait bansos, masalah distribusi misalnya adanya pemotongan, pungutan liar, inclusion dan exclusion error akibat pendataan yang tidak update, hingga politisasi.
Salah satu dorongan kami adalah dengan membuat PBJ direncanakan serta dikelola secara transparan, misalnya menginformasikan perencanaan pengadaan di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) dan mempublikasikan realisasi pengadaan. Dengan begitu, publik dapat mengawasi apakah pengadaan telah dilakukan dengan mematuhi ketentuan pengadaan. Kondisi darurat pada dasarnya bukan pembenar untuk kemudian menutup informasi dan melakukan pengadaan di ruang gelap, mengingat pengadaan darurat mempunyai potensi terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang cukup tinggi.
Terdapat setidaknya empat masalah utama terkait dengan PBJ di tengah Covid-19. Pertama, pemetaaan atau identifikasi kebutuhan yang tidak berdasarkan kebutuhan lapangan. Kedua, terjadi jual beli penunjukan penyedia dan Surat Perintah Kerja (SPK) dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Hal ini mengakibatkan penunjukan penyedia tidak sesuai dengan ketentuan penunjukan penyedia dalam keadaan darurat, yaitu penyedia yang telah berpengalaman atau pernah menyediakan barang sejenis di instansi pemerintah atau penyedia dalam e-katalog. Penunjukan penyedia kemudian didasarkan suap atau adanya konflik kepentingan yang membawa keuntungan baik untuk PPK maupun pejabat terkait.
Ketiga, potensi penyedia yang ditunjuk oleh PPK hanya penyedia yang mempunyai modal dan kemudian melakukan sub con pekerjaan utama kepada pihak atau perusahaan lain. Hal ini umumnya menimbulkan pemahalan harga tak wajar atau mark up. Fenomena ini tak hanya potensial terjadi dalam pengadaan darurat, melainkan telah umum terjadi dalam PBJ kondisi normal. Keempat, melakukan pelunasan pembayaran padahal penyedia belum menyelesaikan pekerjaan atau belum dilakukan pemeriksaan yang memadai terhadap hasil pekerjaan.
Program bansos, baik tunai maupun sembako, adalah program yang sangat dibutuhkan warga saat ini. Banyak warga tak hanya berkurang pendapatannya, tetapi juga kehilangan pekerjaan. Fakta bahwa ternyata bantuan yang diberikan oleh pemerintah dikorupsi oleh pejabat Kementerian Sosial, garda utama pemerintah dalam pelaksanaan program pemberian bansos, sangat mengecewakan dan melukai warga. Bahkan suap atau pemberian hadiah sedikitnya Rp 17 miliar dari penyedia disebut KPK diterima oleh Menteri Sosial yang belum lama menjabat dan kerap mencitrakan dirinya sebagai menteri mempunyai komitmen antikorupsi dan peduli atas kesulitan warga di tengah pandemi Covid-19.
ICW menduga praktek penerimaan suap ini bukan pertama kali terjadi pada pengadaan bansos sembako Covid-19 saat ini. KPK perlu menelusuri dugaan terjadinya praktek serupa dalam pengadaan bansos sembako sebelum-sebelumnya. Bahkan, praktek penerimaan suap dari penyedia PBJ juga terjadi tak hanya terkait pengadaan bansos, melainkankan juga pengadaan penanganan Covid-19 lainnya di kementerian/ lembaga lain dan pemerintah daerah.
Penanganan korupsi terkait pandemi Covid-19 ini patut dijadikan sebagai prioritas mengingat dampaknya yang sangat besar bagi warga dan juga keuangan negara. Anggaran TA 2020, baik di tingkat pusat dan daerah, telah banyak direalokasikan untuk penanganan Covid-19. Total anggaran untuk bansos saja mencapai Rp 203,5 triliun, dengan realisasi per Oktober 2020 mencapai 89,41%. Jika nyatanya anggaran tersebut juga dikorupsi, penanganan Covid-19 juga tidak akan maksimal.
Atas catatan di atas, ICW mendorong agar:
1. KPK menelusuri pihak lain yang berpotensi terlibat atau menerima aliran dana hasil suap atau penerimaan hadiah;
2. KPK menelusuri kemungkinan PPK, Menteri Sosial, dan pejabat lain di Kemensos juga menerima suap pada pengadaan paket sembako sebelum-sebelumnya, mengingat bansos sembako Covid-19 telah diadakan sejak April 2020. Diduga praktek serupa telah terjadi sejak lama;
3. KPK menelusuri terjadinya praktek korupsi PBJ serupa di kementerian/ lembaga lain yang juga menangani PBJ penanganan Covid-19;
4. Kemensos dan kementerian/ lembaga lain serta pemerintah daerah terbuka dalam PBJ penanganan Covid 19, khususnya terkait rencana, realisasi, dan distribusi pengadaan.( imam)

Tidak ada komentar:

×
Berita Terbaru Update