Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

AHY Bukan SBY : Dilema ketua umum Partai Anomali

Rabu, 03 Februari 2021 | Februari 03, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-02-03T08:13:38Z


Opini Oleh : Dahono Prasetyo 
Rabu 03 Februari 2021

Jakarta ,Intelmediabali.id 
Apa enaknya sih mewarisi partai, lengkap beserta isinya berbonus carut marut amburadul para elitnya? Partai Demokrat yang sedang dalam kondisi anomali melahirkan drama politik yang cukup fenomenal. Mati segan hidup tak mampu.

Beruntung SBY sang funding father punya anak yang patuh kepada orang tuanya. AHY lahir dalam didikan militansi ayahnya, hingga membentuk sosok elegan meski belum sekelas intelektual. Partai yang pernah sukses mengantarkan fenomena SBY menjadi penguasa 2 periode, kini dipercayakan kepada sang anak sulung. Wasiatnya hanya satu : Yang penting papan nama masih ada dan rajin mengkritik Pemerintah.

Petuah tidak selamanya berbanding lurus dengan kenyataan dan kemampuan. Karena lahir dari seorang SBY sudah cenderung sentimentil daripada realistis. AHY menjadi Ketua Umum Partai bintang mercy dihadapkan pada pergulatan kepentingan ayahanda dan elite anggotanya.

Partai yang mulai ditinggal pendukungnya karena slogan "Katakan Tidak Pada(hal) Korupsi", bercampur sisa pengurus oportunis menjadi "mission impossible" yang mesti diembannya. Blunder blunder politik lahir dari kubu fraksi internal partai yang terpaksa di Amini AHY. Mereka yang hanya patuh pada kesepakatan fraksi, bukan pada AHY apalagi SBY.

Skema bemain dua kaki warisan SBY terbukti efektif namun terbaca modusnya. Jati diri partai hilang seiring menjadikan partai sebagai kendaraan politik mencari makan. AHY menikmati pergulatan internal partai yang dipimpinnya sambil bengong tidak tahu harus dari mana menyelesaikan atau ikut melanjutkannya.

Kemampuan problem solving AHY di wilayah internal politik masih kalau jauh dengan para senior seangkatan SBY. Manuver politiknya masih dalam taraf belajar mengikuti alur normatif, belum berani berakrobat improvisasi intrik. Itulah syarat sebagai Ketua Umum Partai yang belum terpenuhi dari seorang AHY. Kalau ganteng, cerdas, dan kaya sudah pasti.

AHY pada akhirnya hanya berfungsi sebagai tukang stampel partai. Permainan para elitenya lebih dominan mewarnai kontroversi politik selama ini.

Namun situasi mendadak berubah, saat dengan wajah kecemasan sang Ketum mengadakan Konferensi pers. Isinya bukan tentang Abu Janda apalagi membela Pigai. Bukan pula kabar Anisa Pohan yang membela Aira anak semata wayangnya. Tetapi tentang issue kudeta.

Membayangkan kata kudeta yang terbersit adalah sekelompok pasukan yang menyerang ibukota, menyandera pemimpinnya lalu mendirikan pemerintahan baru. Kudeta yang disampaikan AHY ternyata lebih bersifat internal di Partainya. Pelakunya orang dekat Jokowi tanpa menyebut nama.

Bahwa apa yang dilakukan AHY tidak serta merta hasil semedi semalam di kali Cikeas. Tapi sebuah pertanda ada issue nasional yang butuh diungkap. Maka nama Moeldoko mencuat dari pernyataan elite partai lainnya. Respon berhamburan antara sedih dan gembira. Elite partai lain yang merasa gerah ikut bersuara, AHY dibully habis baik dari orang partainya sendiri juga dari pendukung pemerintah.

AHY dianggap cengeng menghadapi manuver politik. Curhat kepada publik memancing gesekan asumsi. AHY sudah berani berkontribusi politik di saat situasi sedang panas demam intoleransi dan issu Rasis.

Apa yang kita saksikan tidak sekedar dilihat dari apa yang ada di permukaan. AHY yang sebenarnya sedang frustasi dengan hibah politik dari SBY. Sengkarut di Partainya membuat dia harus mengambil keputusan penting dalam rangka "menyelamatkan diri", bukan menyelamatkan Partainya.

Bagaimana ancaman Marzuki Alie mantan Sekjen Demokrat kepada AHY, yang akan membongkar borok Partai, mengindikasikan ada borok dan perpecahan memang sudah masif terjadi. Andi Arief yang tanpa basa basi menyebut nama Moeldoko sebagai pelaku Kudeta yang dimaksud AHY, mengundang reaksi keras Ferdinan Hutahaean mantan Kombatan partai itu.

Kisruh internal menjadi tontonan pubik yang pasti berbuntut panjang. AHY sedang menggelar panggung. Dan Jokowi paham situasi dilema yang sedang dialami anak muda potensial tersebut. AHY yang anak SBY tidak seharusnya berada di Demokrat, partai berisi "Predator Politik" yang suatu saat siap memangsa Ketua Umumnya sendiri.

Menyelamatkan AHY tidak mustahil menjadi agenda strategi Jokowi yang layak dipertimbangkan. Sebagaimana dia juga mengentaskan Prabowo dan mencomot Sandiaga dari jurang halusinasi. Maka satu persatu dirangkul, digandeng, berdiskusi tentang Indonesia yang bersama melangkah ke depan

Untuk mas Agus...
Saya ikhlas menjadi buzzer anda. Tidak usah repot tepuk tangan karena sebagian kita sudah bisa membaca garis tangan anda.

Publish : Intelmediabali

Tidak ada komentar:

×
Berita Terbaru Update