Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Ajaran Leluhur Nusantara Adalah Wilayah Kosmologi Paling Masuk Akal

Rabu, 22 Juni 2022 | Juni 22, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-06-22T14:17:30Z


Oleh :Tito Gatsu
Rabu 22 Juni 2022

Intelmediabali.id

Jika ada beberapa pengulangan penulisan atau tema memang sengaja saya lakukan untuk lebih memahami filosofi dari ajaran yang sangat luhur ini guna membangkitkan nasionalisme dan kecintaan kepada leluhur Indonesia .

*WILAYAH KOSMOLOGI MEMBUAT AGAMA TAK BERGUNA*

Wilayah Kosmologi Dr. Steven Weinberg Peraih Nobel Price Award , penemu teori Kuantum menulis banyak buku , termasuk satu tentang sejarah sains, “To Explain the World: The Discovery of Modern Science” (2015), dan tiga volume dengan total 1.500 halaman, tentang teori medan kuantum, yang menggabungkan fisika klasik, relativitas khusus dan mekanika kuantum. Serial ini secara luas dianggap sebagai teks definitif tentang masalah ini Tiga Menit Pertama,” yang memperoleh pembaca yang luas dan menjadikan kosmologi bidang yang terhormat bagi fisikawan. Dalam buku itu ia menggambarkan bumi sebagai “bagian kecil dari alam semesta yang sangat bertentangan dengan hukum agama dan yang terkenal, dan dengan manusia harus berpikir bebas tanpa sekat agama , menyimpulkan, “Semakin banyak alam semesta tampak dapat dipahami, semakin tampak agama tidak berguna.”

*WAWASAN KOSMOS KEJAWEN*

Kejawen tidak pernah membahas mengenai kosmologi kecuali wilayah Nusantara karena itu memang terbukti diluar jangkauan kemampuan berpikir umat manusia apalagi pada masa lalu. Jadi orang kejawen berpikir secara rasional termasuk masalah kosmologi. Kejawen memiliki wawasan kosmos yang tidak lain sebagai perwujudan konsep memayu hayuning bawana atau space culture atau ruang budaya dan sekaligus spiritual culture atau spiritualitas budaya yang harus tertanam pada penduduk Nusantara sehingga individu di Indonesia harusnya memahami dan mengamalkan ajaran ini jika diamalkan betapa Indonesia diyakini akan menjadi negara maju Dipandang dari sisi space culture, ungkapan ini Bawana adalah dunia dengan isinya.

*KAWASAN KOSMOLOGI*

Bawana adalah kawasan kosmologi. Sebagai wilayah kosmos, bawana justru dipandang sebagai jagad rame. Jagad rame adalah tempat manusia hidup dalam realitas. Seperti tanaman, ladang dan sekaligus taman hidup setelah mati. Orang yang hidupnya di jagad rame jagad rame atau ladang kejawalen ini dianggap sebagai bumi Nusantara dimana bila kita menanamkan kebaikan disini kelak akan menuai hasilnya baik untuk diri sendiri atau penduduk Nusantara. Pada tataran ini, orang menghayati laku kebatinan yang senantiasa menghiasi kesejahteraan dunia. Realitas hidup di jagad rame perlu mengendapkan nafsu agar lebih terkendali dan dunia semakin terarah.

*REALITAS HIDUP*

Realitas hidup tentu ada tawar-menawar, bias dan untung rugi. Hanya orang yang luhur budinya yang dapat memetik keuntungan dalam realitas hidup.Dalam proses semacam itu, orang Jawa sering melakukan ngelmu titen dan petung demi tercapainya bawana tentrem atau kedamaian dunia. Keadaan inilah yang dimaksudkan sebagai hayu atau selamat tanpa ada gangguan apapun.Suasana demikian oleh orang Nusantara disandikan ke dalam ungkapan memayu hayuning bawana.Teori Evolusi Dalam Kepercayaan Nusantara Bicara mengenai evolusi bagi orang yang beragama, maka dapat dilihat ada tiga kubu, yakni: Kubu pertama yaitu yang meyakini agama-agama Rasul. Dalam dogma dan keimanan beberapa agama mengkisahkan awal mulanya kehidupan manusia adalah dikarenakan adanya kutukan terhadap Adam dan Hawa, yang artinya mereka turun ke bumi sudah berbentuk atau dengan wujud manusia seutuhnya, seperti manusia sekarang ini.

*GENERATIO SPONTANEA*

Kubu kedua yaitu yang ditentang oleh agama-agama samawi . Dalam pemahaman Generatio Spontanea, bahwa evolusi dimulai dari munculnya kehidupan secara kebetulan, yang lalu berevolusi menjadi manusia seutuhnya. Atau faham teori tersebut, berkeyakinan bahwa awalnya mahluk hidup, muncul dari benda mati, dan berkembang terus. Hingga penyempurnaannya melalui evolusi. Kubu ketiga yang diyakini oleh Kepercayaan Nusantara Dalam logika seorang Kejawen, bahwa Tuhan Yang Maha Esa memberikan Kehidupan Awal Yang Hakiki, selanjutnya mereka Berevolusi. Logika inilah yang diyakini oleh seorang Kejawen, sehingga kami tidak memerlukan dogma dan keimanan, karena semuanya logis adanya. Setelah pemberian nyawa atau kehidupan yang merupakan hak absolut Tuhan Yang Maha Esa, untuk memberikan kehidupan.

*TEORI EVOLUSI*

Dari sinilah, atau pemahaman inilah yang diyakini oleh seorang Kejawen sebagai awal permulaan terbentuknya mahluk hidup, dan kemudian terbentuklah manusia purba, hingga berevolusi menjadi manusia seutuhnya, seperti sekarang ini. Hal yang menguatkan logika berfikir seorang Kejawen, adalah kita lupa bahwa Bapak Teori Evolusi adalah Charles Darwin, dimana dalam bukunya The Origin of Species yang diterbitkan tahun 1859, sesungguhnya ia pun mengakui bahwa, kehidupan pada mulanya dihembuskan oleh sang Pencipta ke dalam satu atau beberapa bentuk. Selanjutnya seorang Kejawen melakoni Olah Roso, hingga akhinya seorang Kejawen dapat menemukan atau awalnya hanya merasakan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Mencari Tuhan Ketika kita kecil kita sering dengar bahwa kepercayaan Nusantara atau kejawen itu keyakinan yang tidak mempunyai Tuhan atau agama yang Tuhannya belum diketemukan, karena mereka adalah orang-orang yang mencari Tuhan.

*GUSTI*

Memang kalau kita hanya menterjemahkannya sebatas kalimatnya saja terkesan memang demikian. Kalau kita bertanya? Apakah orang-orang yang Mencari Kedamaian adalah orang-orang yang kehilangan akan konsep Kedamaian itu sendiri? Saya pikir anak kecil pun tahu, bahwa bagi orang-orang yang Mencari Kedamaian tersebut adalah orang-orang yang belum mengerti akan arti Kedamaian itu sendiri. Jadi dalam arti Kejawen, Mencari Tuhan bukan berarti mencari Tuhan, tetapi lebih dalam lagi artinya, yakni bahwa dirinya dalam Olah Roso, belum mendapatkan hubungan yang transendental dengan Gusti. Sehingga seorang Kejawen akan terus melakukan pencarian tersebut, manakala dirinya belum dapat berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa secara transendental. Gusti Allah Banyak orang Indonesia yang menyebut Tuhan Yang Maha Esa dengan Gusti Allah.

Di sisi lain kita tahu, bahwa hukum Tata Bahasa kita adalah hukum DM (diterangkan menerangkan) sehingga dari kata Gusti Allah jelas bahwa kata Gusti ada sebelum kata Allah (2000 tahun SM), sementara kata Gusti yang digunakan oleh Kedjawen sebagai penghargaan tertinggi dalam menyebut Tuhan Yang Maha Esa sudah ada pada 4425 tahun Sebelum Masehi. Dari hukum DM dapat dibuktikan bahwa, konsep Tuhan Yang Maha Esa sudah ada terlebih dahulu dalam diri seorang Kejawen, sebelum sebutan Allah disosialisasikan di dunia. Ketika agama pendatang ingin mamasukan pola pikirnya ke dalam masyarakat yang sudah terlebih dahulu mengenal konsep Tuhan Yang Maha Esa dengan sebutannya sendiri. Pertama-tama mereka mencoba menggantikan kata Gusti dengan kata Tiada Tuhan Selain Allah, namun karena orang-orang Indonesia pada saat itu adalah orang-orang yang Internalistik Religius, sehingga sangat sulit untuk menggantikan kata Gusti dengan kata Allah.

Untuk itu, mereka merubah strategi dengan menyisipkan kata Allah pada kata Gusti, tetapi lagi-lagi, karena kata Gusti sudah mendarah daging dalam pikiran orang Indonesia, sehingga mereka menurunkan kata Allah itu sendiri menjadi kata sifat. Yakni Gusti Allah, yang dalam terjemahannya Gusti adalah Allah. Analoginya Jas Merah adalah Jas berwarna Merah. Setelah kata Gusti Allah diterima oleh penduduk lokal, maka mereka melakukan strategi berikutnya, yakni dengan mensosialisasikan bahwa Gusti adalah sanjungan pada kata Allah. Kemudian Gusti diartikan dengan Sang Pangeran, lagi-lagi ini pemutarbalikan fakta oleh agama pendatang. Bagi anda yang ingin menjadi Kejawen Sejati, seyogyanya setelah mengerti Jas Merah (jangan suka melupakan sejarah), mulai sekarang hanya menggunakan kata Gusti untuk mengagungkanNYA. Internalistik Religius dan wilayah kosmologi adalah sebuah perilaku yang sudah sangat melekat pada motorik orang Indonesia. (JC81)

*Salam Damai Persatuan dan Cinta Indonesia*

Tito Gatsu

Tidak ada komentar:

×
Berita Terbaru Update