Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Klarifikasi jro Pasek Warkadea Perihal Status Tanah Duwe Pure Desa Adat Kubutambahan

Senin, 07 Desember 2020 | Desember 07, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-12-07T07:31:09Z



Buleleng ,Intelmediabali .id-Bendesa Adat Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea angkat bicara terkait tanah Duwen Pura (DP) yang disewa kontrakan kepada PT Pinang Propertindo selama 30 tahun tanpa batas seluas 370 hektar. Namun ada 61 hektar menjadi SHGB (sertifikat Hak Guna Bangunan) yang di buat oleh PT Pinang.

Dikonfirmasi awak media, Sabtu (05/12) di ruang Kantor LPD Desa Adat Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea menjelasakan lahan tersebut sebenarnya.

“Atas dasar pertanggung jawaban secara Niskala kami sudah sampaikan di Pura Dalem , bahwa tanah DP yang terkait dengan 370 hektar itu terdiri dari 61 hak milik kemudian 61 SHGB. Terkait persoalan jaminan, itu urusan PT dengan Bank kami tidak tau menau entah itu atas nama siapa. Yang jelas SHGB itu sertifikat hak guna bangunan boleh dijaminkan tanpa persetujuan Kelian Desa Adat, karena dalam aturan hukum pertanahan boleh dipakai. Nah, disini sudah terjadi pencemaran nama baik yang seyogyanya ini harus dikonfirmasi kekami sebelum menyebarkan di medsos,“ papar Jro Pasek Warkadea

Warkadea menduga terjadi pelanggaran UTI. ”Semestinya mari bersikap obyektif, ketika kami laporkan bingung juga oknum yang bersangkutan. Bahkan, terus menelpon kami untuk menyelesaikan, kalau ingin menyelesaikan marilah bersikap bijak atau bagaimana asset itu kembali. Hal-hal seperti itu seakan memberikan informasi ke masyarakat yang tidak fair, jangan mengatas namakan sekian dadia atau desa Linggih,” terang Jro Pasek.

Jro Pasek Warkadea lebih lanjut mengatakan, terkait sewa kontrak yang disepakati dengan PT Pinang Propertindo lebih kurang Rp4 Milliar. Bahkan, menduga isu dibangunya Bandara tidak ribut.

“ Kurang dari Rp4 Miliar dan sudah saya sampaikan di forum ada tahapan proses yang belum dilunasi dari sewa kontrak itu kami pegang datanya. Ini adanya isu Bandara memicu adanya janji-janji oknum yang menyuruh, sehingga terjadi upaya untuk membungkam saya agar mengikuti UU No 2/thn 2012 artinya harus ada pelepasan hak lahan DP itu.
Andaikan negara yang membangun, itu logikanya tanah itu harus milik negara tapi atau perusahaan yang akan membangun boleh disewa dimanfaatkan atau KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) seperti sekarang selama - lamanya. Pengertian tanpa batas adalah bangunan bukan sewa, kalau sewa bertahap.
Seperti dengan bandara bangunanya itu jika berakhir kan tidak mungkin dalam jangkan waktu 60 tahun berhenti artinya tidak akan hilang tanah itu dengan 30 tahun masa HGB berlaku bisa diperpanjang,” urainya.

Terkait rencana pembangunan Bandara di lahan DP Kubutambahan, Warkadea lebih jelas menerangkan, bahwa pak Gubernur memberikan opsi dua.
1). Lahan itu diganti dengan uang, dan
2). Diganti dengan tanah, namun tidak tahu tanah itu lokasinya dimana? Apa Desa Sumberkelampok atau dimana kami tidak ingin tahu, yang jelas beliau berjanji seperti itu. Kami jawab dengan mohon maaf pak kalau ada opsi dua itu artinya PSN (program Strategis Nasional).

“Artinya negara akan membangun harus ditanah negara yang dijelaskan dalam UU No 2/2012. Kata kami nilai sejarah tanah dDuwen Pura akan hilang,” tandanya.

Mohon maaf kami tidak setuju karena kami punya tanggung jawab mempertahankan itu dan tidak boleh diperjual belikan kalau disewa selamanya. Okelah, namun dengan mOu seperti penyertaan modal. Dari pada tanah itu hilang selamanya lebih baik tidak ada bandara terserah mau dibarat atau kebarat kebirit.

“Kalau mau dibarat silahkan, bagi kami tidak menjadi persoalan dan yang jelas tanah masyarakat itu tetap menjadi tanah Duwen Pura kalau mau di Kubutambahan sesuai RTRW mohon statusnya jangan dirubah," pungkas Warkadea. 

SUMBER : JP Made Tirthayasa
Publish.   : imam

Tidak ada komentar:

×
Berita Terbaru Update