Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

TUMBANG CENDANA TAMAN MINI, DI TANGAN SEKRETARIS GENIT

Minggu, 11 April 2021 | April 11, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-04-11T14:09:35Z


Dahono Prasetyo
Minggu 11April 2021

Jogjakarta,Intelmediabali.id-
Kabar pengambilan alihan pengelolaan aset TMII menjadi angin segar cara negara memperlakukan obyek milik negara. Obyek aset milik negara yang selama ini dikuasai oleh Yayasan Harapan Kita (YHK) berdasarkan Kepres No 51 Tahun 1977 yang mengatur: TMII sebagai barang milik negara (BMN) dikuasai dan dikelola oleh YHK yang dipercaya oleh negara. 

Kepres yang dibuat 44 tahun lalu oleh Presiden Soeharto dinyatakan sudah tidak berlaku lagi setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres no 19 tahun 2021. Dalam Perpres tersebut mengatur Pengelolaan TMII. Berikut kutipan asli ketetapannya :
(1) Berdasarkan Peraturan Presiden ini penguasaan dan
pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah yang terletak di
Daerah Kelurahan Bambu Apus, Kelurahan Dukuh,
Kelurahan Lubang Buaya, dan Kelurahan Ceger, Kecamatan
Kramat Jati dan Kecamatan Pasar Rebo, Wilayah Jakarta
Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada 6 (enam)
bidang tanah dengan luas keseluruhan 1.467.7O4 m2 (satu
juta empat ratus enam puluh tujuh ribu tujuh ratus empat
meter persegi) dilakukan oleh Kementerian Sekretariat
Negara.
(2)Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersertifikat
Hak Pakai atas nama Sekretariat Negara Republik
Indonesia.

Catatan : Status TMII sebagai BMN, sebelumnya dikuasai dan dikelola oleh YHK. Selanjutnya berstatus dalam penguasaan dan pengelolaan Kesekretariatan Negara bersertifikat Hak Pakai.

Mari kita mundur ke belakang sejenak

Pasca reformasi secara langsung berimbas pada pembaharuan peraturan yang diindikasikan terjadi monopoli kepemilikan aset negara di masa kepemimpinan Soeharto. Tahun 2004 di masa kepemimpinan SBY, Menteri Keuangan Sri Mulyani merasa gerah perihal aset negara yang hilang/menyusut satu persatu berpindah tangan atau berstatus sengketa dengan banyak pihak. Pemerintah cq Kementerian Keuangan memandang perlu dibuat UU yang mengatur tentang tata kelola Perbendaharaan Negara. Peraturan yang mendefinisikan, menetapkan, mengatur pengelolaan dalam rangka melindungi obyek aset barang milik negara (BMN)

Pemerintah bersama DPR akhirnya berhasil menetapkan UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam Bab VII tentang Barang Milik Negara/Daerah, Pasal 42 menyatakan : 
1. Menteri Keuangan mengatur pengelolaan barang milik negara.
2. Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Barang bagi kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya.
3. Kepala kantor dalam lingkungan kementerian negara/lembaga adalah
Kuasa Pengguna Barang dalam lingkungan kantor yang bersangkutan.
Catatan : Dalam 2 produk hukum di atas secara jelas menetapkan penguasaan dan pengelolaan BMN ada di tangan otoritas Kementerian Keuangan sebagai implikasi status barang perbendaharaan negara.

Perpres No 19 tahun 2021 yang menyatakan Pengelolaan TMII yang dikuasai dan dikelola oleh Kesekretariatan Negara, TERINDIKASI MELANGGAR Undang Undang No 1  tahun 2004.

Terjadi tumpang tindih otoritas antara Kementerian Keuangan dan Kesekretariatan Negara. Melahirkan persoalan baru perihal BMN yang sudah diatur UU "dilibas" Perpres yang kedudukannya di bawah UU. Definisi Menkeu mengelola BMN dalam UU No 1/2004 diabaikan dengan keluarnya Perpres No 19/2021 yang juga menyatakan TMII sebagai BMN dikuasai dan dikelola oleh Kesekretariatan Negara??

Paragraf analisa di atas lebih bersifat pertanyaan kepada para pembuat undang-undang. Jika aset TMII masuk definisi BMN, siapa yang sebenarnya berwenang mengelola, Kemenkeu atau Setneg? Bukankah Perpres sewajibnya mengacu pada UU yang sudah ada sebelumnya?

Barangkali Perpres 19/2021 punya misi menggugurkan PP 52/1077 dengan mengabaikan UU 1/2004 ? Misi mulia mengambil alih BMN dengan melewati jalan pintas. Yang kemudian terjadi tidak mustahil TMII secara dejure milik negara tetapi secara defacto ada dalam penguasaan Setneg.

Persoalan administrasi seharusnya didahulukan demi pengakuan secara hukum. Apakah tidak lebih baik Setneg mengambil alih TMII, menyerahkannya ke Kemenkeu sebagai pengelola BMN, selanjutnya Kemenkeu yang memutuskan siapa pengguna BMN berupa TMII. Setneg yang dengan percaya diri mengambil alih, menguasai selanjutnya mengelola hanya bermodal Perpres.

Rumor Sekretaris yang memang suka "genit" sama Boss ada benarnya juga. Urusan job sambilan karena merasa dekat satu ruangan dengan Boss, sampai tega mengabaikan Direktur Keuangan yang sebenarnya lebih berhak dan paham untuk urusan manajemen perusahaan.

Lalu kita sebagai warga cukup diberi eforia tentang keberhasilan negara melawan keluarga Soeharto. Tentang Kesekretariatan Negara yang menjadi "hero" penyelamat asset negara, dengan cara membuldoser aturan??

Sang Sekretaris yang kelewat kreatif membuat si Boss manggut-manggut, atau Direktur Keuangan yang sebenarnya tahu tapi diam saja?  .(RED)

Tidak ada komentar:

×
Berita Terbaru Update