Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Polemik Mahasabha XII PHDI Versi Jakarta

Minggu, 10 Oktober 2021 | Oktober 10, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-10-10T11:23:25Z




Oleh Jro Bauddha Suena
Minggu 10 Oktober 2021

Denpasar,Intelmediabali.id-
Dalam beberapa minggu terakhir menjelang Mahasabha XII PHDI versi Jakarta yang akan di adakan pada tanggal 28 Oktober sampai dengan 1 Nov 2021 akan dilakukan secara Luring dan Daring, dimana pusat rapat luring offline akan di pusatkan di The Sultan Hotel Jakarta merebak isu di dunia maya bahwa Ketua Harian PHDI penerus regenerasi Wisnu Bawa Tenaya yang di calonkan oleh kelompok simpatisan Sampradaya adalah tokoh cukup populer yang berasal dari kelompok sampradaya Sai Baba (SSGI) demi membangkitkan kembali dan memuluskan program program dari World Hindu Parisad.

Kalau ini sampai terjadi otomatis akan kembali menjadi pro dan kontra di sebagian besar umat Hindu Dharma Indonesia karena bagaimanapun organisasi dan aktifitas kelompok Sai Baba sudah pernah di larang karena fakta sosial menunjukkan Sai Baba dianggap mencampuradukkan agama-agama dicoret dari organisasi keagamaan di departemen agama (Tempo, 1994) terbukti dengan keluarnya Surat PHDI Provinsi Bali dengan nomor 57/Pera/III/PHDI B /1994 tanggal 28 Pebruari 1994 ,Telegram tertanggal 10 Nopember 1993, Komando Daerah Militer VII Wirabuana No STR/28/1993, Ditjen Bimas Hindu dan Buddha Kementerian Agama pada tanggal 14 Januari 1994 telah mencabut Surat nomor II/5/001/H/1983 tanggal 3 Maret 1983 untuk Yayasan Dewan Pusat Sri Sathya Sai Centre Indonesia termasuk Sri Study Group baik yang di pusat maupun daerah dengan nomor surat No.H/BA.01.2/142/I/1994 yang hingga saat ini sepengetahuan penulis belum pernah melihat surat pencabutan atas larangan tersebut di atas yang kesannya seolah olah sengaja di diamkan oleh pihak pihak yang merasa di untungkan atas kehadiran sampradaya Sai Baba di Indonesia.

Apalagi menurut Media Hindu edisi 209 September 2021 bahwa isunya juga ada anggota DPR RI saat ini yang ingin mencalonkan diri menjadi Ketua PHDI demi memuluskan langkahnya di masa yang akan datang sebagai Bali 1 yang notabene hingga saat ini tidak ada sama sekali satupun anggota DPR dari Bali bersuara untuk ikut memberikan solusi atas carut marut organisasi transnasional ISKCON maupun SAI BABA dalam kehidupan umat Hindu Dharma khususnya di Bali .

Setelah di hapusnya pengayoman Sampradaya dalam AD/ART PHDI di Pesamuhan Agung PHDI Pusat pada tanggal 31 Juli 2021 yang sebelumnya telah di dahului oleh keluarnya surat pencabutan pengayoman untuk ISKCON (HARE KRISHNA) oleh pengurus Harian PHDI Pusat dan juga yang paling utama adalah langkah tegas dari Sabha Pandita PHDI Pusat yang telah mengeluarkan KEPUTUSAN PESAMUHAN SABHA PANDITA PHDI PUSAT NOMOR : 01/KEP/SP PHDI PUSAT/VII/2021 TENTANG REKOMENDASI DAN PENCABUTAN SURAT PENGAYOMAN SAMPRADAYA TERTANGGAL 30 JULI 2021, otomatis menjadi pertanyaan saat ini semua umat Hindu Dharma Indonesia adalah apakah para tokoh dan pandita/sulinggih sampradaya yang duduk dalam Pengurus Harian, Sabha Walaka khususnya Sabha Pandita PHDI Pusat yang berasal dari ISKCON ataupun SAI BABA yang kebanyakan mereka bernaung di bawah Veda Poshanam Ashram yang abhisekanya bergelar “ AGNI atau DAS ” masih berhak hadir atau bisa di undang oleh Panitia Mahasabha XII PHDI ???

Di mana telah kita ketahui bersama juga bahwa kedua sampradaya tersebut baik Sai Baba maupun ISKCON pengikutnya dari umat lintas agama di seluruh Dunia, bukan saja umat Hindu .

Hal tersebut wajib di tanyakan dan harus menjadi perhatian sangat serius oleh semua pihak yang di undang dalam Mahasabha XII tersebut agar PHDI sebagai Majelisnya Para Sulinggih / Pandita Hindu Dharma Indonesia dapat melahirkan para sulinggih yang duduk dalam Sabha Pandita adalah para sulinggih yang memiliki landasan teologi Hindu Dharma Indonesia yaitu Panca Sraddha dengan tiga kerangka dasar agama Hindu yaitu tatwa, susila dan acara sehingga tidak patut dan tidak di benarkan jika pandita yang duduk sebagai sabha pandita di masa yang akan datang adalah para pandita yang di diksa secara massal dan tidak jelas agem agemannya (* apakah Siwa, Bodha, Bhujangga ? ) .
Kebanyakan para sulinggih diksa massal tersebut bergelar “ AGNI atau DAS” berasal dari kelompok garis perguruan ISKCON & SAI BABA atau tergabung dalam Veda Poshanam Ashram (VPA) khususnya para sulinggih yang di diksa secara massal oleh Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa sebagai salah satu pendiri VPA dan Ida Pandita Mpu Nabe Maha Bhirudaksa yang terkenal sebagai mentor diksa massal pertama tahun 2005 (Sesuai dengan buku Pedoman Garis Perguruan Veda Poshanam Ashram di tulis oleh Ketut Arnaya (Ida Rsi Rarendra) tahun 2019 ) di mana saat ini kelompok sulinggih sampradaya tersebut masih mendominasi kepengurusan Sabha Pandita PHDI PUSAT 2016 – 2021.

Sangat penting ke depannya peran Sabha Pandita khususnya Dharma Adyaksa dalam tubuh PHDI Pusat di kembalikan seperti semula sebagai Ketua Umum di mana semua keputusannya di ikuti oleh Sabha Walaka dan Pengurus Harian yang nantinya Ketua cukup di sebut Ketua Harian dan bukan lagi di sebut Ketua Umum agar tidak terjadi overlapping seperti saat ini . Ketua Harian yang ada dalam kepengurusan PHDI Pusat seharusnya hanya merupakan setingkat manajer operasional untuk menjalankan operasional sehari hari PHDI Pusat khususnya mewakili Dharma Adyaksa untuk berhubungan dengan pihak luar yang berkaitan dengan hukum positif di wilayah Republik Indonesia.

Dengan keunikan kata Hindu Dharma yang hanya ada di Majelis Hindu di Indonesia di wajibkan kepada PHDI sebagai organisasi Majelis Hindu Dharma Indonesia yang independent dan bebas aktif agar Networking yang di bangun dengan organisasi Hindu global/ organisasi Hindu internasional adalah seyogyanya hanya hubungan sebatas assosiasi saja dan tidak berafiliasi dengan organisasi Hindu manapun di seluruh dunia agar terhindar dari agenda agenda tersembunyi yang mereka berusaha bawa ke Indonesia.
Di harapkan hubungan antar organisasi Hindu global tersebut tidak menghilangkan tradisi dan ritual budaya Hindu Nusantara yang sudah di miliki di Indonesia, justru kerjasama dengan pihak mereka harus memperkuat budaya lokal Hindu di Nusantara.

Ke depannya PHDI definitif dalam program kerjanya harus memprioritaskan program kerja untuk internal umat Hindu Dharma Indonesia saja dan mampu bekerjasama dgn majelis majelis adat yang bernafaskan Hindu Dharma Indonesia di semua daerah untuk bersama sama melakukan pembinaan agama, adat dan budaya di segala lapisan umat Hindu Dharma Indonesia karena selama ini pembinaan oleh PHDI kepada umat Hindu Dharma yang ada di pelosok Indonesia sangat minim khususnya daerah daerah yang kebangkitan umat Hindu Dharmanya secara kuantitas meningkat.

Kendala minimnya anggaran pembinaan umat Hindu Dharma Indonesia di seluruh Nusantara semestinya sudah sangat mendesak di pikirkan oleh pengurus PHDI definitif baik dengan memperkuat badan dana punia nasional PHDI ataupun membuat Bank Hindu seperti yang telah di miliki oleh majelis agama lain agar manusia Hindu Dharma Indonesa bisa menjadi manusia unggul tanpa menghilangkan identitas kepribadian Adat dan Budaya Hindu Nusantara.(IMM)

Tidak ada komentar:

×
Berita Terbaru Update