Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Jadilah masyarakat Dan Pemimpin Yang Menyatu Dengan BALI

Kamis, 05 November 2020 | November 05, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-11-04T16:38:02Z


Oleh : I Gusti Nyoman Widyana ( Ajik Aura ) 
Spritualis Yoga Internasional 

BULELENG -INTELMEDIABALI.ID
Kamis 05 November 2020

Om Swastiastu 

Jika saya analisa Dunia politik kita memang sangat parah. Panggung politik beserta para aktornya sama sekali jauh dari prinsip menjadi ”politisi berisi, politisi esensi, politisi inti atau politisi sejati.” Mereka lebih suka bermain di panggung sandiwara dan bahkan membabi-buta, lebih dulu mengejar bungkus, sensasi, perifer atau konsekuensi logisnya, yaitu : kekuasaan.

Sampai-Sampai untuk Mendapatkan yg namanya "kekuasaan" para oknum elit politik di Bali lupa akan eksistensi menjadi Manusia Bali, dimana kalau di pahami lebih dalam lagi Bali adalah pulau Dewata dimana para pemimpin di Bali harus benar-benar menjadi penjaga, pelindung Rakyat beserta Alam Bali sesuai konsep tri hita karana, sesuai nilai-nilai luhur manusia Bali yg di wariskan oleh para tetua Bali terdahulu, itu sangatlah sederhana jika saja di lakukan dengan kesungguhan hati yg tulus iklas , lascarya.



Menurut pemahaman saya pribadi politik adalah salah satu jalan untuk menentukan keadilan dan keadilan sama pentingnya dengan kebenaran, nilai-nilai politik itulah yg belum di anut oleh sebagian besar tokoh elit politik di Bali, politik yg penuh dengan nilai kesadaran.

Benar apa yg di katakan para tetua kita di bali lewat berbagai tutur atau wacana, "melajah selegang apang tegep sahananing tutur diawak " yg bila dimaknai secara mendalam adalah kita di rujuk untuk belajar lewat praktek-praktek spiritual, yang di suguhkan lewat upakara dan yadnya yg kita dibali lakukan sehari-hari , kita diajarkan bercengkrama dengan alam dan waktu, kita di ajarkan menyatu dengan masyarakat dan lingkungan serta masih banyak lagi hal-hal baik yg kita dapat dari tata cara praktek-praktek spiritual kita di Bali. Lewat praktek itulah secara tidak langsung Alam Bali membentuk pemimpin-pemimpin Bali yg tangguh yg paham akan nilai-nilai luhur budaya Bali dan nusantara.



Karena Tentunya dalam proses belajar inilah banyak wahyu-wahyu suci, banyak pencerahan dan manfaat yg bisa kita terima bahkan mampu menyeimbangkan alam semesta.
Lalu ada beberapa orang berpendapat yg menyatakan praktek ritual dan spiritual yg dilakukan di bali itu rumit, susah , menyita waktu dan ada pula yg berpendapat bawasannya ritual yg dilakukan oleh manusia Bali itu sudah kuno dan perlu di rubah bahkan di tinggalkan. wah tentu kita harus lebih obyektif dan selektif untuk mengkaji pendapat tersebut. Ironis memang jika ada sebagian orang bali bahkn tokoh spiritual serta para pejabat berpendapat seperti itu akan tetapi jika kembali kita pahami dan mengerti secara mendalam setiap tata cara serta tatanan yadnya ataupun upakara yg ada di bali, semua tidak ada yg susah, bahkan sangat sederhana dan simple. Terkecuali kita malas dan acuh tak acuh terhadap proses2 upakara yg ada di Bali.

Ini adalah PR untuk kita semua sebagai generasi penerus manusia Bali untuk terus berupaya secara sadar memahami setiap hal yg dilakukan lewat praktek-praktek upakra yadnya yg ada di Bali. Karena itulah yg membentuk atau mendesain manusia Bali yg seutuhnya.



Dalam hal ini banyak para elit politik dan para tokoh pemimpin di bali lupa jika Semua mahluk adalah bagian dari semesta yang manunggal antara bhuana alit dan bhuana agung. Dalam Hindu sering dianalogikan laksana setetes air dalam samudera yang maha luas.
Akan tetapi dalam kesibukan sehari-hari menjalankan tugas kehidupan (swadarma) masing-masing, bisa jadi kita lupa akan realitas absolut ini.

Bahkan sering berpandangan Alam adalah sesuatu yang asing bagi mereka. Sehingga terkadang lupa, nah lupa itulah yg sering memicu terjadinya sebuah kesalahan yg berakibat fatal bagi masyarakat Bali.



Dalam perjalanan mencapai menjadi populer, menjadi penguasa banyak yg lupa akan pijakan yg sesungguhnya, jarang mengamati dalamnya hati dan sering tak hirau akan riak-riak kecil yg terjadi di sekitaran kita yg menyangkut siklus kehidupan.
Padahal semua hal-hal kecil ini sesungguhnya dapat menghasilkan hubungan alami dengan semesta.
Itulah Salah satu sebab para leluhur kita dulu membangun parahyangan yang terbuka dan sangat banyak terletak di tengah hutan, di puncak gunung, di pinggir danau, dll.
Karena cara paling mudah dan paling efektif untuk menyatukan diri kembali dengan alam semesta, adalah dengan meluangkan diri pergi kembali ke alam. Bila kita ingin meditasi, yoga atau sembahyang kita lebih mendalam, kita harus menyatu dengan alam.
Maka mari kita semua masyarakat, tokoh agama, tokoh politik dan pemimpin Bali kedepan harus sama-sama menjaga kelestarian alam Bali ini untuk kehidupan selanjutnya, jangan hanya memikirkan ego sendiri, merasa hebat, merasa kebal terhadap hukum, merasa benar, merasa paling berbuat, itulah kerapuhan batin yg memicu runtuhnya moralitas seorang pemimpin.



Sadarilah ,Manusia dengan segala ego intelektualnya sudah membuat alam Bali tak seimbang, kini alam Bali berupaya dengan segala totalitasnya menyeimbangkan dirinya. Dalam kondisi seperti ini Siwa menurunkan satu pengetahuan kusus bagi manusia di bumi ini "DAKSINA MURTI" eksistensinya adalah Diam, karena dengan Diam dalam kata lain hening sejenak dari segala aktivitas diluar diri yg menyangkut ego dan segala bentuk pencarian popularitas demi kepentingan pribadi, disanalah manusia akan terselamatkan.
Akan tetapi jika terus menerus cuap-cuap mebela diri atau membela ego kita maka maha kala yg turun untuk menghentikannya.

Atas apa yg terjadi di Bali saat ini sesungguhnya, Alam sedang bermeditasi, Alam hanya sedang menunjukan eksistensinya dari setiap perbuatan-perbuatan manusia.
Itulah kenapa Sampai detik ini pula saya masih sangat menghargai pribahasa tetua orang bali terdahulu "Nak mula keto”,
Yang Artinya tidak perlu ada perdebatan lagi. Ya "Nak mula keto" Bertahun-tahun hal ini terjadi dan tatanan masyarakat Bali berjalan dengan sedikit sekali perdebatan meskipun miskin pengertian intelektual, miskin pemahaman tentang isi kitab suci.
Jadilah pulau Bali yang damai, patuh, dan memiliki adat istiadat yang kuat, rukun serta metaksu.
Pura-pura megah di bangun mengitari pulau Bali tanpa bantuan alat2 berat tanpa bantuan arsitek lulusan universitas tinggi, semua berlangsung alami dan nyata keindahannya kita bisa nikmati sampai sekarang ini.
Lalu apakah sekarang saat semua sudah merasa pintar , saat sudah merasa paling paham isi kitab suci , saat teknologi semakin canggih, apakah Kita sudah mampu berbuat lebih dari apa yg tetua kita dahulu lakukan,,?!
Mari bercermin kedalam diri melihat kekurangan dalam diri agar bijak menyertai hati dan pikiran serta tindakan kita selanjutnya.

Dan dari masalah yg kini menimpa Bali, yg berkaitan dengan masyarakat serta pemimpinnya merupakan satu cermin untuk siapapun pemimpin saat ini atau di masa depan harus secara sadar paham akan Bali dan Ke-Balian nya , bukan sekedar di wacanakan atau hanya di pakai eksplorasi politik atau hanya dijadikan ikon politik berkepentingan, akan tetapi jadikan Bali beserta adat, Budaya serta tradisinya menjadi bagian dari jiwa dan raga kita semua.
Jika masyarakat serta pemimpinnya memiliki jiwa yg kuat akan ke-Balian nya serta setiap budaya, adat dan tradisi mengakar dalam setiap sel-sel kesadaran dalam diri kita semua sebagai manusia Bali maka dijamin tidak ada lagi yg namanya sampradaya dan hare krisna , tidak ada lagi doktrin-doktrin murahan yg mampu menggoyahkan BALI, Tidak akan ada lagi penghakiman atau penistaan terhadap simbol-simbol ketuhanan di bali dan tidak ada lagi usaha-usaha perusakan nilai luhur kita di Bali, karena Manusia, Alam Serta para Dewa menyatu dalam kesadaran di setiap Hati kita semua.( Red/ Imam Heru Darmawan ) 



Tidak ada komentar:

×
Berita Terbaru Update